Langsung ke konten utama

Cikuray: Pendakian 'Tentengan'

Rabu, 6 Agustus 2014 menjadi salah satu warna baru dalam penggalan episode pengalaman pendakian penulis. Berangkat dari Jakarta pada Selasa (5/07) sore munuju Garut, Jawa Barat. Tak seperti pendakian ke Papandayan Agustus tahun lalu, kami tidak lagi disambut dengan udara yang menusuk tulang. Mungkin hal ini karena adanya perbedaan waktu sampai. Kemarin kami sampai Garut sekitar pukul 21.30-an, sedangkan waktu itu, kami baru sampai terminal Guntur dini hari, 01.00.

Untuk tim akhwat, ini layaknya nostalgia 1 tahun pendakian, ada yang menyebutnya dengan 'Papandayan Cup'. Yups, reunian Papandayan cup di Cikuray. Hoho.. betul sekali. Tujuan pendakian kali ini adalah Cikuray 2818 mdpl. =) Kabarnya, merupakan gunung tertinggi di Garut. Awalnya, tidak ada niatan untuk mendaki, hanya memang ingin menikmati liburan dengan nuansa alam. Tetiba dapat tawaran dari U-Din untuk ke Cikuray. Dengan penuh semangat kami mengiyakan.

Setiap perjalanan memiliki kisahnya masing-masing, begitu pula dengan perjalanan menjejak puncak kali ini. Cukup berkesan. Setidaknya, ada 4 hal yang membuat penulis terngiang. Kadang berasa lucu, unik serta amazing.

Galon dan Pendakian Tentengan

Tentengan, apakah istilah ini terasa asing ditelinga? Sepertinya tidak. Menurut KBBI, tenteng atau menenteng berarti membawa dengan sebelah tangan layaknya menjinjing. Inilah yang unik dari pendakian kali ini. Kau tau kenapa? Karena mereka (tim ikhwan) membawa begitu banyak printilan-printilan yang kemudian ditenteng! Bahkan, awalnya nampak sebuah galon ukuran standart nangkring manis di mobil pick-up yang akan membawa kami ke pos Pemancar. Bisa kau bayangkan. Hiking dengan medan yang nyaris ga ada bonusnya alias nanjak terus dan seringkali membutuhkan bantuan tangan agar dapat melaju dengan membawa tentengan dan galon?? Kontan saja penulis serta merta komentar, "itu serius mau bawa galon? siapa yang mau bawa?".

Alhamdulillah mereka tidak jadi membawa galonnya. Mungkin, karena mengetahui di puncak Cikuray tidak ada sumber mata air, maka mereka berinisiatif membawa galon. Tapi, asli, yang benar saja. Mengingat medannya, penulis sangsi mereka sanggup membawanya.

Lain halnya dengan tentengan. Mereka tetap membawa printilan tersebut dengan bantuan dua buah bambu yang dibawa depan-belakang. Penulis kurang paham benar, apa saja komponen printilan tersebut. Yang jelas nampak, ada diligen dan galon kecil, tenda dan spanduk. Dengan kesadaran penuh, penulis mencoba mengingatkan kembali tentang tentengan tersebut. Lagi-lagi karena mengingat medannya yang cukup terjal. 'alakulli hal, mereka tetap bersemangat membawanya.

Awal perjalanan, tentengan ini cukup mulus dibawa. Namun makin lama, penulis perhatikan, dua buah bambu tidak lagi dipakai untuk membantu membawa. Printilan tadi akhirnya disebar (dibagi-bagiakan) ke beberapa orang untuk dibawa masing-masing. Lagi-lagi, dibawanya dengan dijinjing atau ditenteng.

Hingga sampailah kami di puncak bayangan. Dari total 8 pos, kalau tidak salah pos 6-lah yang kerap disebut puncak bayangan. Mungkin karena sekilas saat para pendaki menjejakan kaki di pos tersebut, nampak seperti telah sampai di puncak. Dengan lelah dan nafas yang masih dicoba untuk diatur ritmenya serta melihat tentengan yang kian menyebar. Rasa geli dan tawa rasanya tak tertahan. Dengan penuh terus terang, penulis katakan, selama 5 kali muncak, baru kali ini naik dengan tentengan. Hingga ada ikhwan yang nyeletuk, 'pendakian tentengan'. Haha..

Sejak saat itulah, kalau ingat pengalaman perjalanan menjejak puncak kali ini, yang teringat adalah galon dan pendakian tentengan. =D

Amazing-nya Track dan View Puncak

Sejauh kaki menjejak puncak, baru kali ini (akhirnya) kembali merasakan 'engsel' lutut berasa goyang. Bahkan hingga kaki terasa tak kuat lagi menapak. Gemetar dan kadang seperti mau jatuh. Hingga mau tak mau, jalan mesti perlahan dan sedikit tertatih. Alhamdulillah hal ini penulis rasakan setelah tiba di pos 2, saat perjalanan turun.

Pendakian kami mulai kurnag lebih pukul 9 melalui pos Pemancar. Dengan kontur track yang 'bergelombang' membuat diri ini makin tertantang untuk dapat menaklukannya dan jejakan kaki di puncak.

Nyaris semua jalur ini menanjak, bahkan beberapa kali kami seperti manjat tebing, hanya saja, ini adalah akar, bukan bebatuan. Adapula yang tinggi 'gelombang'nya melebihi tinggi badan kami, tanpa adanya rambatan akar. Hanya ada beberapa celah untuk pijakan yang membantu kami naik dan melewati track tersebut. Sungguh, diluar dugaan.

Sebenarnya, pola 'bergelombang' disetiap pendakian memang lumrah ada. Tapi biasanya ada jalur yang datar, yang sering diistilahkan dengan bonus. Sedangkan Cikuray ini? Bonusnya adalah jalan yang terus menanjak, hanya sekitar 2-5 % yang landai. Kondisi ini sejatinya menguntungkan dan enak untuk perjalanan turun, tapi kalau 90 % harus turun terus, ampun juga rasanya..

Benar saja, waktu tempuh yang penulis butuhkan saat naik adalah 7 1/2-8 jam, sedangkan untuk turun hanya 4 jam. Tapi.... Jangan ditanya bagaimana rasanya dengkul ini.. hehe.. Namun demikian, ada 'mantra' sakti yang setiap mengucapkannya, terasa ada aliran energi yang menyelusup disetiap pijakan. 'Mantra' itu adalah dzikrulloh.. Saat rasa tak mampu dan langkah kaki mulai merasa tak sanggup, dzikrulloh sungguh menguatkan jiwa.

Terlepas dari itu semua, pemandangan alam diatas puncak sungguh luar biasa.. Negeri diatas awan.

Komentar

Postingan Populer

Rekayasa Sosial ; Apa dan Bagaimana

Bab I. Pendahuluan Rasanya beragam krisis semakin terasa mewarnai aneka sisi kehidupan, mulai dari krisis sosial, krisis budaya, krisis ekonomi, hingga krisis kepercayaan pada tataran elit politik. Oleh karena itu diperlukan sebuah langkah perubahan guna perbaikan di berbagai bidang. Perubahan itu dapat dimulai dengan melakukan perubahan social, karena hakikat perubahan social tidak terbatas pada ranah atau lingkup social saja, tapi perubahan social ialah pergeseran politik, social, ekonomi dan budaya. Jadi perubahan social melingkupi berbagai aspek kehidupan. picture from : http://kammi-unwir.blogspot.com  Bab II. Isi 1.       Apa Itu Rekayasa Sosial Secara garis besar, perubahan sosial dibagi kedalam dua kategori, yakni perubahan sosial secara terus-menerus dan berlangsung secara perlahan tanpa direncanakan ( unplanned social change ) dan perubahan sosial yang direncanakan tujuan dan strateginya ( planned social change ) yang terkadang disebut dengan istilah social

Si Tayo, Animasi Korea yang Sarat Pembelajaran

“Ayo! Hai Tayo, Hai Tyao dia bis kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang.(2x) Jalan menanjak, jalan berbelok. Dia selalu berani. Meskipun gelap dia tak sendiri. Dengan teman tak perlu rasa takut. Hai Tayo, Hai Tayo, dia bis kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang. Hai Tayo, Hai Tayo, dia bis kecil ramah. Dengan teman di sisinya semua senyum ceria. Indahnya hari ini, Mari bergembira.” Itulah lirik lagu Hai Tayo dalam animasi Tayo the Little Bus. Btw, siapa yang hafal film animasi bis kecil ini tayang di stasiun televisi apa?? Seperti halnya Baby Shark , animasi Tayo si bis kecil ini menjadi tontonan yang asik bersama keluarga. Dalam hal ini, saya pribadi suka menontonnya bersama adik bontot yang duduk dibangku kelas dua SD. Tayo the Little Bus punya 4 tokoh utama yaitu Tayo yang memiliki warna biru, Rogi dengan warna hijaunya, Lani warna kuning dan Gani berwarna merah. Setiap tokoh memiliki karakter yang berbeda dan menggemaskan. Misalnya saja Rogi y

Mampukah Lamun (Seagrass) Hidup di Air Tawar?

Lamun merupakan tumbuhan berbiji tertutup ( Angiosperm ). Tumbuhan yang juga termasuk Anthophyta (tumbuhan berbunga) ini memiliki struktur morfologi berupa daun, batang yang terbenam (rimpang/ rhizome ), akar, bunga, buah dan biji. Lamun sangat unik karena cukup toleran pada habitat dengan kadar salinitas yang relatif tinggi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lamun berhasil beradaptasi di lingkungan bahari, yaitu: 1) Mampu hidup di media air asin; 2) Mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam; 3) Mempunyai sistem perakaran yang baik, dan 4) Mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam (Hartog 1977 dalam Hutomo 1986). Kemampuan toleransi lamun terhadap kadar salinitas berbeda-beda, tapi sebagian besar berkisar antara 10-40 per mil. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 per mil (Dahuri 2003 dalam Ghufran 2011). Sejarah Istilah Lamun Di Indonesia, seagrass kerap dikenal dengan istilah lamun. Padanan kata lamun ini pertama kali dikenalkan ke