Langsung ke konten utama

Dibalik E-Tiket Trans Jakarta

Huuaaa.... Udah lama rasanya gak nulis buat pribadi... Kangen berceloteh tanpa kejelasan alur dan kata, tapi insya Alloh tetap bermakna... Hehe.. Okke,, kali ini saya mau nulis sesuatu yang sedari kemarin terpendam.. Apakah itu..? Eng, ing, eng... -Kok jadi geje dan lebay gini ya. -_-"- Baiklah, dicukupkan ketidak-beradaban ini. Mari kita serius sejenak. =D

Siapa warga Jakarta yang tak kenal dengan Trans Jakarta? Bus yang memiliki beberapa koridor tujuan ini cukup digandrungi warga karena terbilang cukup murah dan memanusiakan manusia. Bayangkan, dari Ancol sampai Kampung Melayu hanya -istilahnya, dari ujung ke ujung- Rp. 3.500. Coba kalau kita naik angkutan umum biasa, harus ke terminal Senen dulu yang bertarif Rp. 3.000, baru lanjut angkot yang ke Kampung Melayu dengan ongkos Rp. 4.000. Kalau ongkosnya ditotal, bisa untuk pulang-pergi naik TransJak.

Disamping keunggulan TransJak tersebut, ada juga kelemahannya yakni terkadang armadanya lama.. Bisa menghabiskan 30 menit sampai satu jam untuk menunggu. Dan ada lagi letak kelemahan lainnya... Yaitu ketidaksiapan pengelola TransJak terhadap e-ticketing. Sehingga mesin pembaca tiket elektronik itu kerap terbengkalai, tak diacuhkan.

Melihat peluang meningkatnya peminat pengguna TransJak dan nasib mesin pembaca tiket elektronik, akhirnya warga Jakarta dipaksa untuk membeli e-tiket agar mesin terberdayakan. Kenapa saya katakan dipaksa, karena disetiap shelter pemberhentian terakhir, tiket kertas tidak lagi dijual. Yang ditawarkan adalah kartu e-tiket dengan saldo seharga kartu tersebut, Rp.20.000. Sayangnya, kemajuan ini menimbulkan tanda tanya baru dan menuai kritikan.

Bukannya apa-apa, saya pribadi cukup mengapresiasi upaya pemaksaan ini yang cukup ampuh untuk akhirnya kita menggunakan fasilitas yang telah lama terabai. Namun, ada catatan tersendiri, yakni kurangnya sosialisasi dan e-tiket tersebut bekerjasama dengan beberapa Bank tertentu. Sebut saja ada BCA dan Mandiri. Warga yang awam dan tidak memiliki sangkut paut dengan salah satu atau kesemua Bank tersebut akan kebingungan dalam men-top up atau mengisi ulang saldo kartu. Ditambah kurangnya sosialisasi hingga mereka tidak paham benar bagaimana mekanisme kartu tersebut. Akhirnya mereka beli kartu baru dan membuang kartu yang saldonya sudah tidak mencukupi. Sehingga timbul anggapan bahwa harga tiket TransJak naik Rp. 500 jadi Rp. 4.000 sekali perjalanan.

Kabarnya top up kartu bisa dilakukan di mini market seperti indomart, ceriamart, alfamart dll. Meskipun begitu, rasanya kurang efisien saja. Dan apakah saat melakukan top up tidak dikenakan biaya tambahan? Saya belum tahu pasti karena saya belum melakukan isi ulang saldo.

Jika saja sistem tiket elektronik ini serupa dengan sistem tiket kereta api, pasti akan lebih efektif dan efisien. Jadi pengelola TransJak juga memiliki mesin khusus dan loket khusus untuk para penumpang yang akan melakukan top up kartu. Saya rasa, hal ini harus menjadi perhatian dari pihak pengelola. Agar kedepan sistem tiket elektronik ini bisa lebih memperhatikan konsumen yang rerata kalangan menengah kebawah. Yang besar kemungkinan, hanya menggunakan kartu tersebut untuk membayar tiket TransJak saja, tidak untuk transaksional lainnya sebagaimana yang dikemukakan dan ditawarkan dalam promo kartu Bank tersebut.

Komentar

Postingan Populer

Rekayasa Sosial ; Apa dan Bagaimana

Bab I. Pendahuluan Rasanya beragam krisis semakin terasa mewarnai aneka sisi kehidupan, mulai dari krisis sosial, krisis budaya, krisis ekonomi, hingga krisis kepercayaan pada tataran elit politik. Oleh karena itu diperlukan sebuah langkah perubahan guna perbaikan di berbagai bidang. Perubahan itu dapat dimulai dengan melakukan perubahan social, karena hakikat perubahan social tidak terbatas pada ranah atau lingkup social saja, tapi perubahan social ialah pergeseran politik, social, ekonomi dan budaya. Jadi perubahan social melingkupi berbagai aspek kehidupan. picture from : http://kammi-unwir.blogspot.com  Bab II. Isi 1.       Apa Itu Rekayasa Sosial Secara garis besar, perubahan sosial dibagi kedalam dua kategori, yakni perubahan sosial secara terus-menerus dan berlangsung secara perlahan tanpa direncanakan ( unplanned social change ) dan perubahan sosial yang direncanakan tujuan dan strateginya ( planned social change ) yang terkadang disebut dengan istilah social

Si Tayo, Animasi Korea yang Sarat Pembelajaran

“Ayo! Hai Tayo, Hai Tyao dia bis kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang.(2x) Jalan menanjak, jalan berbelok. Dia selalu berani. Meskipun gelap dia tak sendiri. Dengan teman tak perlu rasa takut. Hai Tayo, Hai Tayo, dia bis kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang. Hai Tayo, Hai Tayo, dia bis kecil ramah. Dengan teman di sisinya semua senyum ceria. Indahnya hari ini, Mari bergembira.” Itulah lirik lagu Hai Tayo dalam animasi Tayo the Little Bus. Btw, siapa yang hafal film animasi bis kecil ini tayang di stasiun televisi apa?? Seperti halnya Baby Shark , animasi Tayo si bis kecil ini menjadi tontonan yang asik bersama keluarga. Dalam hal ini, saya pribadi suka menontonnya bersama adik bontot yang duduk dibangku kelas dua SD. Tayo the Little Bus punya 4 tokoh utama yaitu Tayo yang memiliki warna biru, Rogi dengan warna hijaunya, Lani warna kuning dan Gani berwarna merah. Setiap tokoh memiliki karakter yang berbeda dan menggemaskan. Misalnya saja Rogi y

Mampukah Lamun (Seagrass) Hidup di Air Tawar?

Lamun merupakan tumbuhan berbiji tertutup ( Angiosperm ). Tumbuhan yang juga termasuk Anthophyta (tumbuhan berbunga) ini memiliki struktur morfologi berupa daun, batang yang terbenam (rimpang/ rhizome ), akar, bunga, buah dan biji. Lamun sangat unik karena cukup toleran pada habitat dengan kadar salinitas yang relatif tinggi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lamun berhasil beradaptasi di lingkungan bahari, yaitu: 1) Mampu hidup di media air asin; 2) Mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam; 3) Mempunyai sistem perakaran yang baik, dan 4) Mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam (Hartog 1977 dalam Hutomo 1986). Kemampuan toleransi lamun terhadap kadar salinitas berbeda-beda, tapi sebagian besar berkisar antara 10-40 per mil. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 per mil (Dahuri 2003 dalam Ghufran 2011). Sejarah Istilah Lamun Di Indonesia, seagrass kerap dikenal dengan istilah lamun. Padanan kata lamun ini pertama kali dikenalkan ke