Bab I. Pendahuluan
Rasanya beragam krisis semakin terasa mewarnai aneka
sisi kehidupan, mulai dari krisis sosial, krisis budaya, krisis ekonomi, hingga
krisis kepercayaan pada tataran elit politik. Oleh karena itu diperlukan sebuah
langkah perubahan guna perbaikan di berbagai bidang. Perubahan itu dapat
dimulai dengan melakukan perubahan social, karena hakikat perubahan social
tidak terbatas pada ranah atau lingkup social saja, tapi perubahan social ialah
pergeseran politik, social, ekonomi dan budaya. Jadi perubahan social
melingkupi berbagai aspek kehidupan.
picture from : http://kammi-unwir.blogspot.com |
Bab II. Isi
1.
Apa Itu Rekayasa Sosial
Secara garis
besar, perubahan sosial dibagi kedalam dua kategori, yakni perubahan sosial
secara terus-menerus dan berlangsung secara perlahan tanpa direncanakan (unplanned
social change) dan perubahan sosial yang direncanakan tujuan dan
strateginya (planned social change) yang terkadang disebut dengan
istilah social engineering atau social planning. Untuk saat ini
sepertinya kita membutuhkan perubahan sosial yang direncanakan tujuan atau
strateginya atau biasa pula disebut dengan rekayasa sosial.
Rekayasa
sosial itu sendiri memiliki pengertian layaknya sebuah proses yang
direncanakan, dipetakan dan pelaksanaannya dalam konteks mengadakan perubahan
struktur dan kultur berbasis pada sosial masyarakat. Terdapat empat hal yang
terkait dengan perubahan sosial itu sendiri yaitu : perkembangan teknologi, konflik
sosial, kebutuhan adaptasi dengan sistem sosial dan terakhir ialah pengaruh
dari idealisme dan ideologi pada aktivitas sosial.
2.
Bentuk-bentuk Rekayasa Sosial
Para
ilmuwan sosial menyepakati bahwa perubahan sosial memiliki tiga bentuk yaitu :
1. Evolusi
Di bidang Ilmu Pengetahuan Alam kita juga mengenal istilah evolusi yakni
sutu perubahan yang memakan waktu yang sangat lama. Perubahan evolusi dibidang
sosial ini pun merupakan perubahan yang memakan waktu yang lama, melingkar
dikalangan elit. Sehingga penguasa leluasa merekayasa agenda perubahan yang ada
demi kepentingan pribadinya.
2. Revolusi
Dapat dikatakan sebagai perubahan yang terjadi secara ekstrim karena
memberhangus suatu zaman dan digantikan dengan zaman baru tanpa meninggalkan
sisa zaman yang lama. Perubahan yang beresiko, sporadis. Revolusi islam pernah
dilakukan di Iran oleh Ayatullah Khomeini (1977), di Mesir oleh Ikhwanul
Muslimin bersama Nasser (1952). Menurut Jalaluddin Rahmat (1999), terdapat dua
kata dalam bahasa arab yang menunjuk pada kata revolusi yaitu al-tsaurah (rangsangan,
dorongan, provokasi dan gelora) dan al-inqilab (terbalik, kembali,
jungkir balik). Jika kedua kata tersebut digabungkan, maka revolusi (al-tsaurah)
bermakna peristiwa social yang dahsyat, mengelorakan perasaan,
menjungkirbalikan tatanan nilai dan lembaga sosial.
3. Reformasi.
Sebuah bentuk perubahan yang parsial, tidak cepat tapi tidak juga lambat.
Pertengahan antara evolusi dengan revolusi. Reformasi sendiri pernah terjadi di
Indonesia pada tahun 1998 saat penggulingan Soeharto.
3. Penunjang
Rekayasa Sosial
Dalam linkup kecil perubahan, saat ini makin
berkembang perubahan sosial yang direkayasa yang diterapkan pada suatu komunitas
masyarakat tertentu, baik berupa desa binaan ataupun Community development. Gerakan rekayasa sosial yang umumnya
dicetuskan kaum pemuda ini memiliki tujuan tertentu.
Namun setiap perubahan yang terjadi harus dimulai
dari perubahan cara berfikir, karena lintasan fikiran dapat membentuk kebiasaan
dan berbuah karakter.
Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan “Sebaik-baik obat
adalah menyibukan dirimu dengan bertafakur terhadap apa yang bermanfaat bagimu
dan meninggalkan pikiran yang tidak bermanfaat untukmu. Berfikir tentang suatu
yabg tidak bermanfaat adalah pintu semua keburukan. Karenanya sibukanlah
pikiran tentang sesuatu yang paling berguna. Maka, lintasan pemikiran (fikr),
lalu ide (khawathir), kemudian keinginan (iradah), lalu
menguatnya keinginan (himmah) merupakan masalah mendasar yang harus
pertama kali diperbaiki….”
Imam Ghazali juga mengatakan, “Awal dari segala
perbuatan adalah kegiatan berfikir…”
Jadi untuk merubah atau melakukan perubahan social
yang pertama dilakukan adalah merubah paradigma berfikir yang ada disuatu
masyarakat.
Namun sebelum melakukan perubahan sosial, ada baiknya
kita juga mengenal terlebih dahulu perihal masalah sosial. Masalah sosial (intellectual
cul-de-sac) dapat terjadi akibat penggunaan logika yang tidak tepat dan
akibat mitos. Masalah social yang muncul akibat penggunaan logika yang tidak
benar dibagi menjadi :
a. fallacy
of dramatic instance (over generalisation)
mengeneralisir suatu masalah atau mengaitkan masalah satu dengan masalah
lain yang memiliki tipe sama atau serupa untuk menarik solusi atau kesimpulan.
Padahal bisa jadi kedua masalah yang bertipe sama itu memiliki latar kondisi
yang berbeda sehingga tidak dapat digeneralisir begitu saja.
b. fallacy
of retrospective determinism.
Menganggap suatu masalah selalu ada dan tidak dapat dihindari atau sudah
menyejarah dan mendarah daging, misalnya masalah kemiskinan yang acap kali
dianggap sudah menjadi hal yang biasa dan wajar sehingga tidak lagi memendang
hal tersebut sebagai masalah.
c. pust
hoc ergo propter hoc.
Sebuah masalah yang beranggapan bahwa hal yang pertama dijadikan sebagai
sebab dan hal yang datang belakangan dianggap sebagai akibat.
d. fallacy
of misplaced concretness.
Kekeliruan berfikir,
beranggapan suatu persoalan itu konkret padahal bersifat abstrak.
e. argumentum
ad verecundiam.
Mengeluarkan argument berdasarkan otoritas.
f.
fallacy of composititian.
Mengikuti suatu keadaan yang nampak memiliki keuntungan atau keberhasilan
tertentu. Misal, disuatu desa terdapat sebuah keluarga yang anggota keluarganya
ada yang merantau ke Jakarta dan setelah sekian lama ia kembali ke desa dengan
membawa materi yang berlimpah. Melihat hal tersebut lantas penduduk desa yang
lain menirunya dan berbondong-bondong ke Jakarta, alhasil kota Jakarta makin
padat dan pengganguran meningkat.
g. circular
reasoning.
Mengungkapkan suatu hal
secara berulang-ulang dan berputar-putar (logika berputar)
Sedangkan
masalah sosial yang muncul akibat mitos terbagi menjadi dua :
a. Mitos
Deviant.
Berkembang dari teori ilmu sosial ; structural functionalism
(fungsionalisme struktural) yang mengatakan bahwa jika ingin melihat perubahan
sosial, maka harus melihat pada struktur dan fungsi masyarakat. Mitos ini
berawal dari pandangan bahwa masyarakat itu bersifat statis, stabil atau tidak
berubah.
b. Mitos
Trauma.
Perubahan secara tidak langsung akan menimbulkan reaksi, membawa dampak
disintegrasi baik sosial maupun individu.
Bab III. Kesimpulan
Rekayasa sosial merupakan sebuah proses yang
direncanakan, dipetakan pelaksanaannya guna mengadakan perubahan struktur dan
kultur berbasis pada sosial masyarakat. Pemuda sebagai agent of change
sangat berperan besar dalam rekayasa perubahan sosial. Peran ini sangat
disadari betul oleh sebagian besar pemuda sehingga tercetuslah ide-ide
menggarap desa binaan, comunity
development dan berbagai macam bentuk pembinaan masyarakat yang telah diatur,
direncanakan dan memiliki tujuan tertentu.
Hal yang terpenting
sebelum melakukan perubahan social adalah mengenali atau identifikasi masalah
yang ada pada suatu masyarakat, lalu menganalisisnya, kemudian merubah pola
pikir atau paradigma berfikir yang ada. Baik terkait dengan perubahan pola pikir pada masalah sosial yang timbul
akibat logika berfikir maupun pada mitos yang ada.
Daftar Pustaka
Mandikopa, Ana. 2008. Review
Rekayasa Sosial : Refornasi, Revolusi atau Manusia Besar. http : //mandikopa.multiply.com/reviews/item/5.
diakses pada 07 Desember 2011.
Nur Aulia, M. Lili. 2006. Nafas-Nafas
Ruhani. Pustaka Da’watuna : Jakarta.
Sudarsono, Amin. 2010. Ijtihad Membangun Basis Gerakan. Muda Cendikia : Jakarta.
Komentar