22 Juni merupakan
tanggal bersejarah bagi Ibu Kota Jakarta. Karena disetiap tanggal ini
dirayakan dengan suka cita oleh warganya sebagai tanggal lahir kota
Jakarta. Setiap orang pasti menggangap istimewa terhadap suatu tanggal
yang menjadi memontum kelahiran dirinya. seperti itulah halnya dengan
Jakarta. Antusiasme warga Jakarta dalam menyambut tanggal 22 Juni begitu
besar. Belum lama ini telah berlangsung perhelatan rutin tahunan yang
diselenggarakan dalam rangka memperingati hari jadi kota Jakarta. Pekan
Raya Jakarta atau yang lebih dikenal dengan singkatan PRJ. Perhelatan
ini diselenggarakan mulai 14 Juni sampai 15 Juli 2012 bertempat di
Kemayoran, Jakarta. Belum lagi agenda-agenda kemahasiswaan yang tak mau
kalah dalam meramaikan HUT DKI Jakarta.
Ya. 22 Juni 1527 M, 485 tahun silam adalah sebuah momentum bagi kelahiran Kota Jakarta. Semua bermula atas keberhasilan Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) yang didampingi oleh menantunya Fatahillah dalam merebut Sunda Kalapa dari tangan penjajah Portugis. Nama Kalapa atau Sunda Kalapa kemudian diganti menjadi Fathan Mubina. Nama ini terinspirasi dari salah satu surat yang terdapat dalam Al-Qur'an : Surat Al-Fath ayat pertama. Inna Fatahna laka Fathan Mubina.
Fathan Mubina memiliki arti kemenagan paripurna atau disebut pula dengan Jayakarta. Karena keberhasilan dalam merebut Sunda Kalapa dari tangan penjajah Portugis inilah, maka tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Jakarta. Saat momentum ini terjadi, ternyata bertepatan dengan 22 Ramadhan 933 H. Tepat hari ini, Sabtu 22 Ramadhan 1433 H.
Jayakarta sempat mengalami kemunduran akibat serangan imperialis Belanda pada abad ke-17. Pada akhir Mei 1619, imperialis Belanda mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Namun saat kependudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah menjadi Jakarta. Akhirnya, nama Jakrta seolah dikukuhkan oleh Presiden Ir. Sukarno dengan menyebutkan nama 'Jakarta' pada teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Momentum ini terjadi pada tanggal 17 Ramadhan 1945, bertepatan dengan Ramadhan 1364 H.
Ramadhan merupakan bulan bersejarah. Tak hanya bagi perkembangan sejarah Islam, tapi juga bagi sejarah bangsa kita, Indonesia. Di bulan Ramadhan Allah menganugerahkan Fathu Makkah. Di bulan ini pula, Allah menganugerahi Fatthan Mubina dan deklarasi kemerdekaan Indonesia.
Ramadhan, bulan yang penuh makna bagi Bangsa Indonesia.
-Ref: Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara-
Ya. 22 Juni 1527 M, 485 tahun silam adalah sebuah momentum bagi kelahiran Kota Jakarta. Semua bermula atas keberhasilan Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) yang didampingi oleh menantunya Fatahillah dalam merebut Sunda Kalapa dari tangan penjajah Portugis. Nama Kalapa atau Sunda Kalapa kemudian diganti menjadi Fathan Mubina. Nama ini terinspirasi dari salah satu surat yang terdapat dalam Al-Qur'an : Surat Al-Fath ayat pertama. Inna Fatahna laka Fathan Mubina.
Fathan Mubina memiliki arti kemenagan paripurna atau disebut pula dengan Jayakarta. Karena keberhasilan dalam merebut Sunda Kalapa dari tangan penjajah Portugis inilah, maka tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Jakarta. Saat momentum ini terjadi, ternyata bertepatan dengan 22 Ramadhan 933 H. Tepat hari ini, Sabtu 22 Ramadhan 1433 H.
Jayakarta sempat mengalami kemunduran akibat serangan imperialis Belanda pada abad ke-17. Pada akhir Mei 1619, imperialis Belanda mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Namun saat kependudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah menjadi Jakarta. Akhirnya, nama Jakrta seolah dikukuhkan oleh Presiden Ir. Sukarno dengan menyebutkan nama 'Jakarta' pada teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Momentum ini terjadi pada tanggal 17 Ramadhan 1945, bertepatan dengan Ramadhan 1364 H.
Ramadhan merupakan bulan bersejarah. Tak hanya bagi perkembangan sejarah Islam, tapi juga bagi sejarah bangsa kita, Indonesia. Di bulan Ramadhan Allah menganugerahkan Fathu Makkah. Di bulan ini pula, Allah menganugerahi Fatthan Mubina dan deklarasi kemerdekaan Indonesia.
Ramadhan, bulan yang penuh makna bagi Bangsa Indonesia.
-Ref: Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara-
Komentar