Langsung ke konten utama

Poligini, Emansipasi dan Kartini

Di moment Kartini ini, saya tergerak menuliskan tentang poligini. Sebuah tulisan yang bisa jadi akan sangat kontras dengan tulisan saya sebelumnya. Bisa dilihat di -->> https://www.facebook.com/notes/anisa-prasetyo-ningsih/poligini-ingin-seperti-fathimah-saja/10151575248138333 Selain itu, saya tergerak menuliskan hal ini dikarenakan sebuah perbincangan manis dengan beberapa adik saat kami berdiskusi yang ngalor-ngidul hingga sedikit membahas tentang perkara pernikahan.

Poligini. Sebuah kata yang mungkin tidak asing tapi diasingkan. Terutama oleh kaum perempuan. Sejatinya, ada sekelompok perempuan yang paham akan kedudukan dari poligini ini tapi masih anti. Tersebab bukan karena menolak dan tidak mengakui sunnah Rasul ini. Tapi karena diri pribadi yang merasa belum berkemampuan untuk menjalani sunnah yang satu ini.

Ketidak-mampuan dalam menjalankan poligini ini janganlah dijudge dengan label telah terkontaminasi pemikiran liberal atau feminis. Mari mengambil sebuah analogi, haji merupakan salah satu rukun islam yang sifatnya wajib bagi yang mampu. Masya Alloh. Haji yang sifatnya wajib saja masih terdapat keringanan -bagi yang mampu-. Apatah lagi sunnahnya? Ada seorang adik yang sempat bertanya, "Tapi kan kak, timbangan kemampuan itu untuk kaum lelakinya.." Ya, benar sekali. Syarat berlakunya poligini ini memang dinilai dari kesanggupan sang suami untuk mengambil istri lebih dari satu. Mari sejenak melihat ayat dibawah dan penjelasan Ath-Tabrani.

"... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (Q.S Al-Baqarah: 228)

Dalam mentakwilkan ayat diatas, Ath-Thabrani mengungkapkan bahwa sebagian ulama mengatakan, "Dan mereka (wanita) mempunyai hak untuk ditemani dengan baik dan dipergauli dengan cara yang ma'ruf oleh suami mereka sebagaimana mereka berkewajiban mentaati suami dalam hal-hal yang telah diwajibkan Allah atas mereka." Menurutnya, masing-masing berkewajiban untuk tidak saling memberi mudharat. Perihal kedudukan suami yang mempunyai satu tingkat kelebihan daripada istri, Ath-Thabrani berkata "Pendapat yang lebih dekat dengan takwil ayat ini adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, yaitu bahwa 'derajat' (tingkatan kelebihan) yang disebutkan oleh Allah dalam tempat ini adalah pemaafan suami kepada istri terhadap sebagian kewajibannya, mendiamkannya (tidak menuntutnya), dan sebaliknya dia menunaikan semua kewajibannya terhadap istrinya."

Dari penjelasan diatas nampak bahwa meskipun ukuran kemampuan diserahkan ke suami, tapi suami harus menjaga etika agar tidak timbul mudhorot antara hubungan suami-istri. Allohua'lam.

Diluar kelompok yang pertama, ada sekelompok perempuan lain yang memang menolak mentah-mentah poligini. Mereka tak peduli dan tidak mengakui. Bahkan beranggapan bahwa ini adalah diskriminasi bagi kaum perempuan dan sebagainya. Hingga memandang hina atau kasihan pada perempuan yang mau dipoligini. Inilah kelompok yang tidak diperbolehkan. Karena menolak sunnahnya dapat berakibat fatal, bukan termasuk umat Rasul.

Mari Mencoba Belajar Sedikit Bijak

Dewasa ini, kita ketahui bersama bahwa jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Bisa jadi dan sangat mungkin bahwa ini adalah sunnatulloh. Sebuah garisan dariNya. Sehingga poligini merupakan sebuah solusi terbaik.

Sejujurnya, saya termasuk kelompok pertama. Menerima tapi belum sanggup menjalankan. Tak asing tapi mencoba mengasingkan tapi tidak mengesampingkan. Tentang poligini ini secara periodik tiba-tiba muncul dibenak. Menagih fikir untuk didiskusi dan direnungkan. Hingga sampailah saya pada sebuah koma yang menjelma menjadi tanda tanya. Yaitu saat saya mengetahui dan berkenalan dengan beberapa perempuan yang luar biasa. Dimana diantara mereka ada yang janda dengan menanggung beberapa anak, ada pula yang sudah kepala tiga tapi belum juga menemukan "tulang punggungnya" bahkan ada yang nyaris berkepala empat. Allohu...

Kondisi ini tiba-tiba menyergap batin dan menghadirkan tanda tanya. "Ia adalah saudarimu.. Lalu bagaimana jika kau-lah yang kini diposisi mereka? Bukankah akan hadir rindu pada "imam"?"

Dalam lirih dan diam ku bermunajat.. Seperti munajatku untuk laki-laki yang dalam diam kuharap hadirnya.. Jika memang ia bukan jodohku, semoga Alloh segerakan ia bertemu dengan jodohnya.. Agar saudariku yang di sana (entah siapa ia) segera menemukan tambatan hatinya..

Kondisi ini membuatku mulai membuka hati pada poligini. Ya, paling tidak untuk saat ini.. Entah bagaimana kedepannya. Alloh Sang Pembolak-balik Hati..

Poligini, Tapi Pakai Tapi..

Moga poligini bersyarat ini bukanlah ternilai bid'ah apalagi haram. Anggaplah ini ibarat ijab qobul dalam jual beli. Sebuah kesepakatan. Lagi-lagi inilah perempuan dengan segala sifatnya. Saya rasa juga begitu dengan laki-laki.

Sebelum mengacu pada syarat yang saya maksud, mari kita simak sekelumit tentang Istri-istri Rasulullah..

Adalah ia, Ummu Salamah. Seorang perempuan shalihah yang ditinggal syahid suami tercintanya, Abu Salamah. Pernikahan Rasul dengan Ummu Salamah dimaksudkan untuk menghibur hati perempuan yang sangat mencintai suaminya itu.

Ada juga Hafshah binti Umar. Seorang janda yang dinikahi Rasul dikarenakan penghormatannya pada sahabat baiknya Umar bin Khottab yang telah membela dan berjuang untuk tegaknya islam di Mekah.

Lain cerita dengan Ummu Habibah. Seorang wanita golongan pertama yang hijrah ke Habasyah. Meskipun suaminya berbeda keyakinan dengan Ummu Habibah, namun ia tetap pada iman islamnya dan memilih berhijrah.

Adapun dua istri Rasul yang cantik jelita, Shafiyah binti Huyai dan Juwairiyah binti al-Harits merupakan sebuah strategi politik -maaf kalau salah penyebutan-. Mereka adalah putri pemuka Bani Quraizhah dan Bani Mushthaliq yang menjadi tawanan saat perang. Yang mana, suami mereka terbunuh saat perang. Maka Rasul menikahinya untuk menghormati dan menghapuskan kehinaan yang mencoreng dirinya karena ditawan.

Untuk Khadijah dan Aisyah, rasanya sudah cukup santer kisah tentang mereka yang tak perlu diangkat kemuka. Dimana tautan umur yang berbeda jauh dengan Rasul dan baru menikahi Aisyah paska wafatnya Bunda Khadijah.

Menilik pada sekelumit kisah pernikahan istri-istri Rasul diatas, maka tahulah kita bahwa pasti ada sebuah latar belakang yang luar biasa. Jauh dari argumen sesat para liberalis yang mengatakan bahwa pernikahan tersebut berdasarkan syahwat. Bagaimana mungkin, sedangkan Rasul adalah orang yang paling dapat menjaga sehingga mencium istrinya saat puasa pun tak menjadi perkara.

Mungkin dari kisah-kisah diatas makin tergambar jelas arti kata "tapi" yang dimaksud. Ya. Nikahilah untuk menjadi yang kedua hingga keempat yaitu janda atau mereka yang telah makin menyenja tapi belum juga bertautan antara "sternum" dengan "costae".

Antara Kartini dan Poligini

R. A Kartini, diusia muda (wafat saat berumur 25 tahun) ia telah menorehkan tinta emas sejarah. Diluar pro-kontra tentang penobatan dan peringatan hari lahirnya sebagai Hari Kartini. Ia tetaplah sosok perempuan yang patut diacungi jempol karena semangatnya dalam menimba ilmu.

Banyak yang menyebutkan bahwa Kartini merupakan salah satu tokoh pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Emansipasi wanita yang disalah-artikan oleh kaum feminis. Hingga menuntut untuk memberlakukan keadilan antara perempuan dan laki-laki. Mari kita mengartikan adil di sini sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Qur'an dan Hadits. Karena adil bukan berarti sama rata.

Dengan dalih emansipasi wanita, kaum feminis menolak mentah-mentah poligini. Padahal R.A Kartini, sang proklamator nilai emansipasi wanita merupakan istri dari seorang suami yang berpoligini. Kalaulah emansipasi yang dimaksud mengacu semua hal sebagaimana yang selama ini digaungkan, mengapa Kartini mau dipoligini. Kalau yang saya lihat, yang dituntut oleh Raden Ayu Kartini adalah persamaan hak terkait pendidikan, politik dan segala hal yang masih tataran diperbolehkan dalam islam. Bukan perihal yang dituntut oleh kaum feminis saat ini.

Saya disini bukan untuk mengutamakan R. A Kartini dibanding yang lainnya. Karena memang masih banyak pahlawan wanita yang tak kalah luar biasa semangat dan perjuangannya. Sebut saja Hajjah Rangkayo Rasuna Said atau sering disingkat menjadi H. R Rasuna Said. Pahlawan berkerudung yang dilahirkan 6 tahun paska wafatnya R. A Kartini ini merupakan sosok yang turut memperjuangkan emansipasi (jika mau disebut demikian), karena beliau memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Atau Cut Nyak Dien yang lahir 31 tahun sebelum R. A Kartini. Perempuan berdarah Aceh yang berjuang dengan begitu gigih hingga menemui masa sakitnya lalu oleh Belanda dibuang ke Sumedang.

Menurut saya, inilah "wajah" asli pendobrak emansipasi. Ia yang tetap menerima semua ketentuaan yang telah diatur dalam Qur'an dan sunnah. Menjunjung hak dan persamaan yang memang telah ada dalam islam tanpa adanya dikotomi. Seperti hak pendidikan, politik dan bahkan kepemimpinan (walaupun, perihal kepemimpinan perempuan dalam islam masih menuai kontroversi) yang Insya Alloh akan coba dituliskan suatu saat nanti. Insya Alloh.

Allohua'lam.

-----------------------------------------------------------------

Ini hasil pemikiran dan renungan saat ini.. Entah kedepan akan seperti apa. Alloh Sang Pembolak-balik Hati dan Sebaik-baik Perencana. Allohua'lam.

Komentar

Postingan Populer

Rekayasa Sosial ; Apa dan Bagaimana

Bab I. Pendahuluan Rasanya beragam krisis semakin terasa mewarnai aneka sisi kehidupan, mulai dari krisis sosial, krisis budaya, krisis ekonomi, hingga krisis kepercayaan pada tataran elit politik. Oleh karena itu diperlukan sebuah langkah perubahan guna perbaikan di berbagai bidang. Perubahan itu dapat dimulai dengan melakukan perubahan social, karena hakikat perubahan social tidak terbatas pada ranah atau lingkup social saja, tapi perubahan social ialah pergeseran politik, social, ekonomi dan budaya. Jadi perubahan social melingkupi berbagai aspek kehidupan. picture from : http://kammi-unwir.blogspot.com  Bab II. Isi 1.       Apa Itu Rekayasa Sosial Secara garis besar, perubahan sosial dibagi kedalam dua kategori, yakni perubahan sosial secara terus-menerus dan berlangsung secara perlahan tanpa direncanakan ( unplanned social change ) dan perubahan sosial yang direncanakan tujuan dan strateginya ( planned social change ) yang terkadang disebut dengan istilah social

Si Tayo, Animasi Korea yang Sarat Pembelajaran

“Ayo! Hai Tayo, Hai Tyao dia bis kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang.(2x) Jalan menanjak, jalan berbelok. Dia selalu berani. Meskipun gelap dia tak sendiri. Dengan teman tak perlu rasa takut. Hai Tayo, Hai Tayo, dia bis kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang. Hai Tayo, Hai Tayo, dia bis kecil ramah. Dengan teman di sisinya semua senyum ceria. Indahnya hari ini, Mari bergembira.” Itulah lirik lagu Hai Tayo dalam animasi Tayo the Little Bus. Btw, siapa yang hafal film animasi bis kecil ini tayang di stasiun televisi apa?? Seperti halnya Baby Shark , animasi Tayo si bis kecil ini menjadi tontonan yang asik bersama keluarga. Dalam hal ini, saya pribadi suka menontonnya bersama adik bontot yang duduk dibangku kelas dua SD. Tayo the Little Bus punya 4 tokoh utama yaitu Tayo yang memiliki warna biru, Rogi dengan warna hijaunya, Lani warna kuning dan Gani berwarna merah. Setiap tokoh memiliki karakter yang berbeda dan menggemaskan. Misalnya saja Rogi y

Mampukah Lamun (Seagrass) Hidup di Air Tawar?

Lamun merupakan tumbuhan berbiji tertutup ( Angiosperm ). Tumbuhan yang juga termasuk Anthophyta (tumbuhan berbunga) ini memiliki struktur morfologi berupa daun, batang yang terbenam (rimpang/ rhizome ), akar, bunga, buah dan biji. Lamun sangat unik karena cukup toleran pada habitat dengan kadar salinitas yang relatif tinggi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lamun berhasil beradaptasi di lingkungan bahari, yaitu: 1) Mampu hidup di media air asin; 2) Mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam; 3) Mempunyai sistem perakaran yang baik, dan 4) Mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam (Hartog 1977 dalam Hutomo 1986). Kemampuan toleransi lamun terhadap kadar salinitas berbeda-beda, tapi sebagian besar berkisar antara 10-40 per mil. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 per mil (Dahuri 2003 dalam Ghufran 2011). Sejarah Istilah Lamun Di Indonesia, seagrass kerap dikenal dengan istilah lamun. Padanan kata lamun ini pertama kali dikenalkan ke